Beranda | Artikel
Makna Auliya Dari Sudut Pandang Fiqih (Bag. 1)
Jumat, 16 Maret 2018

Segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Wa ba’duhu. Akhir-akhir ini negeri kita diramaikan dengan isu mengenai pemimpin non-muslim. Yang kemudian kerap dikaitkan dengan surat Al-Maidah ayat 51, yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ

لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِين

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al-Maidah: 51).

Masyarakat indonesia terbagi menjadi tiga kondisi dalam menghadapi isu ini, kondisi masyarakat yang pertama mengatakan bahwa yang dimaksud auliya (teman dekat) adalah juga berarti pemimpin, yang kedua mengatakan bahwa auliya ialah teman dekat atau teman setia dan tidak termasuk darinya arti pemimpin, dan yang terakhir adalah mereka yang tidak memperdulikan tentang hal ini.

Perbedaan ini semakin dipertajam dengan beredarnya berita bahwa dalam Al-Qur’an terjemahan yang beredar pun terjemahan yang dibawakan atas kata auliya pun berbeda-beda, beberapa edisi terbitan terjemahan Al-Quran yang beredar saat ini, kata auliya pada QS Al Maidah: 51 diterjemahkan sebagai teman setia. Pgs. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kemenag, Muchlis M Hanafi, menjelaskan bahwa terjemahan Al-Quran tersebut merujuk pada edisi revisi 2002 Terjemahan Al Quran Kementerian Agama yang telah mendapat tanda tashih dari LPMQ. Dan menurut beliau kata auliya di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya.

Maraknya perdebatan mengenai makna dari tinjauan ilmu bahasa maupun tafsir menghasilkan perpecahan di kalangan masyarakat, sehingga sebagian tetap berpegang teguh untuk memilih pemimpin muslim, sebagian berpendapat bahwa tidak mengapa memilih pemimpin non-muslim selama memiliki kinerja yang baik dan membwa manfaat bagi masyarakat dibanding pemimpin muslim namun kinerjanya kurang baik.

Oleh sebab itu menarik untuk ditinjau bagaimana ushul fiqih memandang sisi pendalilan dari ayat-ayat yang menyebutkan tentang auliya agar dapat dikeluarkan hukum yang sesuai dengan pemahaman yang benar dan kokoh berdasar ilmu ushul fiqih yang berlandaskan pada akal sehat untuk memperbaiki banyaknya kemungkinan perbedaan pendapat jika peninjauan dilakukan dengan tinjauan ilmu bahasa dan tafsir.

Mengapa Mengambil Pandangan Ushul Fiqih

Bahwasannya ushul fiqih adalah disiplin ilmu berbasis logika sehat untuk memahami dalil-dalil, menghasilkan sebuah hukum atas suatu perkara yang diletakkan melalui kaidah-kaidah yang telah disepakati para ulama dalam memahami Qur’an dan Sunnah. Sehingga dalam praktiknya, dapat secara langsung dibahasakan kepada masyarakat awam dari sisi logika atau akal sehatnya, bukan sekedar bersandar pada terjemah, atau tafsir ulama tertentu. Secara sederhana, masyarakat awam akan memahami qur’an berdasarkan terjemah, yang mana kadang dapat dipalingkan maknanya oleh sebagian orang, sesuai kebutuhan mereka. Menjelaskan dari pandangan ushul fiqih adalah termasuk salah satu cara untuk membantah penyimpangan makna kata, yang dibangun atas dasar logika dan kaidah yang benar.

Makna kata Auliya
Makna auliya (أَوْلِيَاءَ) adalah walijah (وَلِيجةُ) yang maknanya: “orang kepercayaan, yang khusus dan dekat.” Auliya dalam bentuk jamak dari wali (ولي) yaitu orang yang lebih dicenderungi untuk diberikan pertolongan, rasa sayang dan dukungan.

Kata Auliya dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an, kata auliya disebutkan sebanyak 33 kali, Berikut ini adalah beberapa terjemah auliya yang berbeda dalam Qur’an terjemahan terbitan Departemen Agama Republik Indonesia:

“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir menjadi PEMIMPIN, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)” (Q.S. 3. Aali ‘Imraan: 28).

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN/PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (Q.S. 4. An-Nisaa’: 144).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (Q.S. 5. Al-Maa-idah: 57).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN KEPERCAYAANMU orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” (Q.S. 3. Aali ‘Imraan: 118).

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi TEMAN SETIA selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman? Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. 9. At-Taubah: 16).

“Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi PENOLONG bagi orang-orang kafir” (QS. 28. Al-Qashash: 86).

Sehingga dapat dilihat dari beberapa terjemahan tersebut bahwa terjemahan adalah sesuai konteks ayat. Merujuk pada Terjemahan Al-Quran Kementerian Agama edisi revisi 1998 – 2002, pada QS. Ali Imran/3: 28, QS. Al-Nisa/4: 139 dan 144 serta QS. Al-Maidah/5: 57, misalnya, kata auliya diterjemahkan dengan pemimpin. Sedangkan pada QS. Al-Maidah/5: 51 dan QS. Al-Mumtahanah/60: 1 diartikan dengan teman setia.

Sehingga perbedaan terjemah ini adalah salah satu peluang dipalingkannya makna kata auliya sebagai pemimpin oleh sebagian orang. Salah satu cara untuk membantah makna yang menyimpang tersebut dapat dijelaskan melalui pandangan ushul fiqih.

Bersambung…..

Penulis: Yarabisa Yanuar
Artikel: Muslim.or.id

🔍 Kumpulan Hadits Palsu, Bpjs Menurut Islam, Astaghfirullah Wa Atubu Ilaih, Proses Turunnya Wahyu, Muslim Hijrah


Artikel asli: https://muslim.or.id/37383-makna-auliya-dari-sudut-pandang-fiqih-bag-1.html